top of page

Apa Beda Leadership Training dan Leadership Coaching ?

Diperbarui: 11 Apr 2020

Apa Beda training leadership dan coaching - pelatihan kepemimpinan Jimmy Sudirgo

Seorang teman curhat ke saya bahwa di perusahaanya training leadership atau pelatihan kepemimpinan dilakukannya terakhir hampir tiga tahun yang lalu. Pelatihan kepemimpinan ini dilakukan serentak pada semua level karyawan di mulai dari yang paling atas hingga level staf. Timbul penasaran saya akan dua hal, yakni yang pertama: pada waktu itu apa yang memicu tiba-tiba melakukan training leadership dan dilakukan secara masif dalam beberapa batch sehingga semua karyawan mengikuti pelatihan tersebut?


Jawabannya karena pada saat itu ada seorang manajer senior yang mendadak mengundurkan diri. Dia adalah seorang dengan posisi kunci. Hal ini membuat kaget direksi perusahaan. Singkat cerita, tim manajemen merasakan perlu ada training dalam hal kepemimpinan dan dilakukan di semua level untuk membentuk employee engagement yang lebih baik.


Dan, pertanyaan kedua yang membuat saya penasaran: bagaimana hasil training leadership tersebut hari ini, karena sudah tiga tahun ini tidak melakukan pelatihan kepemimpinan lagi?


Teman saya menjawab bahwa setelah training berlangsung memang dia merasakan energi di perusahaan meningkat dan sikap karyawannya lebih positif, sayangnya itu hanya berlangsung seminggu atau maksimal hanya sebulan saja. Jadi kemudian tim manajemen merasa tidak ada gunanya mengadakan training leadership lagi. Karena itulah hampir tiga tahun ini tidak pernah dilakukan pelatihan yang berhubungan dengan kepemimpinan lagi.


Mendengar cerita di atas, Apakah Anda juga pernah mengalami hal yang sama?


Saya percaya kasus tersebut bukan hal yang baru, kan. Saya yakin kita mungkin pernah mengalami dan merasakan hal serupa. Bahkan, ini bukan hanya kasus yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia saja, namun perusahaan yang tumbuh di negara-negara maju seperti di Amerika dan Eropa pun mengalami cerita yang sama. Buktinya kalau kita cermati topik-topik seperti kepemimpinan dan dampaknya terhadap employee engagement, masih merupakan topik yang menarik untuk dibahas.

Terus, apa yang mesti kita lakukan supaya training leadership ini menjadi efektif ?


Sebelum saya jelaskan lebih lanjut, saya ingin menyamakan persepsi dulu pemahaman kita terhadap pengertian leadership training atau pelatihan kepemimpinan. Training ini biasa dilakukan dalam waktu yang singkat, umumnya antara satu hingga tiga hari pelatihan. Lokasi training bisa in house entah di kantor sendiri, atau sewa venue di luar, sering juga di luar kota, sekaligus dikemas dalam format outbound training yang lebih bersifat rekreasi namun ada unsur edukatifnya.


Pelatihan kepemimpinan ini pasti mempunyai tujuan tertentu baik yang bersifat edukatif, inspiratif, motivatif atau yang lain sesuai tujuan perusahaan. Programnya bisa dikustom sesuai level karyawan, mungkin untuk first line management, atau middle management dan bahkan senior management level. Yang masing-masing mempunyai fokus pembahasan, concern dan program yang berbeda sesuai kebutuhan masing-masing level karyawan tersebut.


Di tangan penyelenggara yang baik dan berpengalaman, saya percaya training di atas dapat berjalan dengan sukses. Peserta senang dan pulang dengan lebih bersemangat, membawa harapan dan pengalaman yang baru yang tidak sabar ingin segera diterapkan di area kerja mereka masing-masing.


Namun pengalaman saya (dan saya percaya pengalaman anda juga), sikap positif dan energi ini hanya berlangsung singkat dan seiring waktu semakin turun energinya. Betul, kan?


Lah, terus apakah berarti training leadership di atas ditiadakan saja. Karena setiap 1 Rupiah yang dikeluarkan, pasti akan dituntut pengembalian investasinya. Ketika pemilik perusahaan merasa tidak ada gunanya training tersebut, maka meminta budget pelatihan untuk tahun berikutnya akan lebih sulit. Lebih baik pelatihan dilakukan untuk training yang sifatnya lebih teknis dan berhubungan langsung dengan operasional, yang dapat langsung dilihat hasilnya.


Menurut saya, pelatihan kepemimpinan di atas sebenarnya bagus dan perlu rutin dilakukan. Tentunya dengan program yang jelas, sistematis dan bisa dilihat kaitannya dengan tujuan perusahaan yang lebih besar. Maksud saya disini, pelatihan disini tidak hanya dilakukan secara reaktif hanya berdasarkan hasil TNA (Training Need Analysis) melihat ada kesenjangan dalam keahlian memimpin di unitnya dan kemudian meminta diadakan pelatihan kepemimpinan.


Idealnya pelatihan diadakan secara proaktif. Yakni ada program yang lebih sistematis dan komprehensif dan sekaligus selaras dengan strategi perusahaan, tujuan jangka panjang dan visi misi perusahaan. Singkatnya, pendekatan ketika menyusun kurikulum atau program training ini harus top down. Mulai dari atas dulu apa tujuan dan strategi perusahaan, dan kemudian baru bagaimana mempersiapkan SDM dengan pengetahuan, keahlian dan sikap mental yang tepat untuk mendukung visi tersebut.


Selanjutnya, tidak cukup berhenti sampai di pelatihan kepemimpinan selesai dilaksanakan saja. Kalau menurut saya, ini baru pemicunya saja. Yakni membuka wawasan dan memberikan insight kepada peserta, sekaligus mengajarkan keahlian-keahlian yang perlu dikuasai sebagai seorang pemimpin di masing-masing area kerjanya.


Dan, karena ini berhubungan skills, keterampilan dan perubahan perilaku, maka perlu ada cara untuk mendukung dan memonitor implementasinya. Metaforanya seperti latihan angkat beban yang perlu dilakukan secara rutin supaya otot-otot kita menjadi kuat dan besar.


Demikian pula apa yang telah dipelajari dalam leadership training, perlu dilatih dan dipratekkan terus menerus sampai menjadi kebiasaan dan bagian natural dalam dirinya.


Disinilah, leadership coaching berperan. Bagaimana kita melakukan coaching terhadap para leader ini dan mendukung mereka dalam mempratekan apa yang sudah mereka pelajari mengenai kepemimpinan dalam area kerjanya masing-masing.


Pengertian coaching disini menurut ICF (International Coaching Federation) adalah percakapan yang terstruktur dan sistematis, dengan tujuan untuk ‘mengeluarkan’ potensi yang ada dalam diri seseorang.


Coaching biasanya dilakukan secara rutin dengan jangka waktu tertentu. Misalnya setiap dua minggu sekali dengan jangka waktu sekian bulan tergantung tujuan programnya. Dalam pertemuan yang berlangsung ini, para coach mendorong para pemimpin untuk mempratekkan apa yang sudah mereka belajar.


Demikian pula, ketika mereka menemui kesulitan atau tantangan di area kerjanya bisa disharingkan bersama. Mekanisme coaching ini sekaligus akan membuat para leader ini untuk akuntabel dalam melaksanakan rencana tindakan yang hendak dilakukan, dalam membuat dirinya menjadi seorang pemimpin yang lebih baik.


"Leader as A Coach"

Tren ini yang saya lihat dalam satu dekade terakhir semakin banyak dipakai perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk lebih mengefektifkan perubahan-perubahan yang dibutuhkan. Istilahnya itu menjadikan “leader as a coach”. Pemimpin yang sekaligus seorang coach bagi anak buahnya.


Jadi bila saya ringkas apa yang perlu dilakukan adalah


  1. Mulailah dengan menyiapkan program pengembangan kepemimpinan (leadership development program) yang sistematis dan proaktif mendukung tujuan dan strategi perusahaan.

  2. Dalam pelaksanaannya lakukan training leadership

  3. Kemudian diikuti program leadership coaching.


Bila kita melakukan ini dengan benar, saya yakin perubahan positif yang kita harapkan akan mulai tampak. Employee engagement semakin terbentuk. Dan, kembali ke cerita teman saya di awal, dia tidak perlu merasa kecewa dan sedih, tapi bisa move on sesuai saran saya di atas.


Bagaimana pendapat Anda?





Cover Photo by NeONBRAND on Unsplash

Comments


bottom of page